Metode dakwah yang dilakukan oleh para wali songo, menyandingkan atau mencampurkan agama dengan kebudayaan adalah tidak dilarang, kecuali bila kebudayaan-nya tersebut melanggar ajaran agama seperti; salat menggunakan gerakan pencak silat, dan atau bacaan salat diganti dengan bahasa atau lagu Indonesia Raya. Demikian dikemukakan Cak Nun (Emha Ainun Najib) dalamPengajian Budaya memperingati HUT Demak ke-511 di pelataran Masjid Agung Demak, Rabu (26/3) semalam.
Mencampur agama dengan kebudayaan seperti yang telah dilakukan oleh para wali songo itu tidak dilarang, karena tidak termasuk bid’ah dlolalah. Bahkan dakwah yang dilakukan para wali pada abad ke-13 tersebut sangat efektif, sehingga Islam dapat diterima dengan baik dan senang hati oleh penduduk pribumi, tersebar di seluruh pelosok Nusantara tanpa ada penolakan dan kekerasan di sana.
“Dulu, hanya sembilan orang wali, masyarakat Indonesia dapat menerima Islam dengan senang hati, tanpa adanya pemaksaan, kekerasan dan pertumpahan darah di antara pendakwah dan penduduk pribumi yang diajak untuk menggantikan keyakinan animis, dinamis Hindu dan Budha.
Sekarang, ribuan orang ustadz telah menyebarkan ajaran Islam ke mana-mana, tetapi kaum muslim sendiri merasa ketakutan dan tidak nyaman melakukan ibadah hanya karena dibid’ah-bid’ahkan, dimurtad-murtadkan, dan dikafir-kafirkan”, kata Cak Nun.
Dicontohkan oleh Cak Nun, bahwa celana cingkrang yang dipakai dan janggut Rasulullah saw yang ditumbuhi rambut lebat adalah bukan busana dan penampilan dari ajaran Islam. Tetapi hal itu adalah kondisi riil Arab yang tidak sama dan tidak dapat diterapkan di Indonesia.
Celana cingkrang di Arab (Mekah) adalah untuk menghindari najis, akibat struktur tanah yang naik turun bukit. Demikian pula jenggot lebat, itu memang ciri gent Arab, tetapi bukan kita yang di Indonesia ini harus meniru kebiasaan di sana.
“Bukan berarti bid’ah kalau kita (orang Islam Indonesia) makan menggunakan sendok, bepergian naik sepeda, motor, mobil, berangkat berhaji menumpang pesawat terbang, membangun masjid dengan bahan kayu, melambari lantai dengan sajadah ketika salat dan sebagainya sebagainya.
Karena aslinya nabi Muhammad saw hanya makan menggunakan tiga jari, tidak pernah makan dengan sendok karena barang yang dimakan adalah buah kurma, bepergian mengendarai onta dan tidak pernah naik motor apalagi pesawat karena adanya tunggangan di gurun pasir itu hanya onta dan atau kuda, serta ketika membangun masjid Nabawi juga Rasulullah hanya membuat tiang-tiangnya dari pohon kurna, alas salatnya dari pelepah kurna dan atapnya dari daun kurma”, terangnya.
“Apakah mereka yang suka mengkafir-kafirkan muslim itu juga makan sop dan soto hanya menggunakan tiga jari? Apakah mereka bepergian selalu nunggang kuda dan menunaikan ibadah haji mengendarai onta? Apakah mereka salat beralaskan pelepah kurna di masjid yang bertiang pohon dan beratap daun korma?” lontar Cak Nun. (machmud)
Sumber: demakpos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar