Kasultanan
Demak Bintoro merupakan tempat penyiaran Islam kedua di Indonesia,
setelah Aceh dengan Kerajaan Islam Samodera Pasai-nya. Kalau kemudian
Aceh terkenal dan dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah, maka tidak terlalu berlebihan apabila Demak pun perlu dinobatkan sebagai Serambi Madinah.
Demikian dikatakan Kiai mBeling Emha Ainun Najib dalam tausiyah Pengajian Budaya-nya bersama Kiai Kanjeng menyambut peringatan Hari Jadi Kabupaten Demak ke-511, di pelataran Masjid Agung setempat, Rabu (26/3) lalu.
“Mekkah identik dengan aqidah
(keyakinan-red), dan sungguh sangat tepat diterapkan untuk Provinsi
Daerah Istimewa ‘Islam’ Aceh, yang masyarakatnya terkenal sangat kuat
dan teguh dalam memegang prinsip aqudah. Sedangkan Madinah identik
dengan muamalah (pergaulan-red)-nya sehingga amat tepat pula
disandangkan untuk kota Demak ini, lantaran kelenturan kebudayaan
masyarakatnya”, kata Cak Nun, panggilan akrab Emha Ainun Najib
memberikan argumentasinya.
Cak Nun memberikan tausiyah pada Pengajian Budaya-nya. (Foto: Machmud)
Pemberlakuan
hukum-hukum Islam di DI Aceh, lanjut Cak Nun, tidak terlepas dari
sejarah perjuangan Cut Nya’ Dien melawan Belanda. Maka wajar apabila
Aceh dijuluki Serambi Mekkah, karena masyarakat Aceh sangat kuat dalam menggenggam akidah Islamiyah-nya.
Demikian
pula Kasultanan Demak Bintoro, yang dalam sejarah peyiaran Islam
disokong penuh oleh wali songo. Pengamalan ajaran Islamnya lebih banyak
menyesuaikan/disesuaikan dengan ‘kepercayaan’ dan budaya lokal
(animisme, dinamisme, Hindu dan Budha – red) sehingga pergaulan
masyarakatnya lebih lentur dan saling dapat ngayomi siapa dan apa saja,.
Model pemerintahan seperti itu sama persis dengan yang dilakukan oleh
Rasulullah saw dalam Pemerintahan Negara ‘Islam’ Madinah.
“Dengan alasan itu pulalah, wajar dan tidaklah terlalu berlebihan apabila kota Demak dinobatkan sebagai Serambi Madinah.”, tegas Cak Nun kepada demakpos. (mac)
Sumber : demakpos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar